Akhlak Etika dan Moral
Published on: Thursday 9 June 2016 //
Artikel
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin
dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan
adanya akhlak yang baik.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia
terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau
moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak
kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat
terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap
pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang
dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai
berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan
bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah
hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk
atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri,
hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada
perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga
sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban
atas perbuatannya itu.
Pembahasan
Pembahasan
Dalam berbagai literature tentang ilmu akhlak islami,
dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagia,
yaitu; akhlak yang baik (akhlak al-karimah), dan akhlak yang buruk (akhlak
madzmumah). Berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan dan amanah misalnya
termasuk dalam akhlak yang baik. Sedangkan berbuat yang dhalim, berdusta,
pemarah, pendendam, kikir dan curang termasuk dalam akhlak yang buruk.
Secara teoritis macam-macam akhlak tersebut berinduk
pada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah (bijaksana), syaja'ah (perwira/ksatria)
dan iffah (menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat).
Hukum-hukum akhlak ialah hokum-hukum yang bersangkut
paut dengan perbaikan jiwa (moral); menerangkan sifat-sifat yang terpuji atau
keutamaan-keutamaan yang harus dijadikan perhiasan atau perisai diri seseorang
seperti jujur, adil, terpercaya, dan sifat-sifat yang tercela yang harus
dijauhi oleh seseorang seperti bohong, dzalim, khianat. Sifat-sifat tersebut
diterangkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah dan secara Khusus dipelajari dalam
Ilmu Akhlak (etika) dan Ilmu Tasawuf.
Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan
terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa
arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu,
ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang
berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar),
al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din
(agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana
tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan
akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang
mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair
mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut
memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah,
kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn
Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang
akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang
selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena
kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap
menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial
tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang
terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu
perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur
atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari
dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan
dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak
(khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.
Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika
berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika
berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan
para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya.
Menurut ahmad amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika
dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat
dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan
sebagainya.
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera
diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama,
dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada
akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat
mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki
kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan
berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi,
psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga,
dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap
sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada
pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya,
etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika
lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai
pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau
buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil
berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni
bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain
etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.
Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa
latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam
kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu
istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami
bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan
satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki
objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya
ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan
moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan
nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran
atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma
yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika
lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan
etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang
berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral
untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya
yang berlaku di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian
sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang
ada.
Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati
nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen,
geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral
mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan
tindakan yang bermoral. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan
objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh
masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal,
artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang
yang berada dalam situasi yang sejenis. Ketiga, kesadaran moral dapat pula
muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada
suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system
hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem
hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan
munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan
dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai
tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk
kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat
melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
Karakteristik dalam ajaran Islam
Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai
akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata
Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai
sifat.
Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang
didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka
akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan akhlak
islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan
kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang
disamping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak,
juga mengakui nilai-nilai bersifat local dan temporal sebagai penjabaran atas
nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa
akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral,
walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang
berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika
terbatas pada sopan santun antara sesame manusia saja, serta hanya berkaitan
dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan untuk menjabarkan
akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh
etika atau moral.
Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang
lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola
hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari
akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan benda-benda yang tak bernyawa).
Penutup
Akhirnya dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat
dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum
atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya.
Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat
yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriyah.
Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan
akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik
dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal
pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di
masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk
itu adalah al-qur'an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat
pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat
teoritis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika
memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat
local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan
susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap
saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan
jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk rasio dan budaya
masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi
kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni
ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika
etika, moral dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari
Tuhan.